SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI MA SUBHANAH
Custom Search

Minggu, 16 November 2008

Cinta orang tua dan bentuk perwujudannya


BAB I
PENDAHULUAN

Cinta kasih merupakan paduan dua kata yang mengandung arti psikologis yang dalam, yang sulit didefinisikan dengan rangkaian kata-kata. Mungkin cinta baru dapat dimengerti atau dirasakan bagi orang yang sudah atau sedang dirundung cinta. Cinta kasih merupakan karunia Allah SWT. Kepada umat Nya, manusia makhluk yang paling sempurna dan sebagai khalifah-Nya dimuka bumi tercinta ini. Allah menjadikan cinta kasih antara suami istri sebagai bagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya.
Dalam kehidupan manusia, cinta menampakkan diri dalam berbagai bentuk, dari seorang mencintai dirinya, istri, anak harta, dan bentuk cinta yang lain seperti cinta pada orang tua, cinta pada sesama dan cinta pada seksual.
Di zaman sekarang, banyak orang melakukan hal-hal yang dianggap gila hanya demi cinta. Contoh, sepasang anak muda yang putus cinta akan rela minum racun. Padahal kalau diselidiki alasannya hanya sepele saja, yaitu atas nama cinta. Melakukan perzinaan pra nikah atas nama cinta yang sejati. Perkelahian antar remaja desa atas nama rasa cinta sesama sehingga wajib untuk saling menolong dan melindungi. Itukah cinta?
Pembahasan mengenai cinta kasih ini sangatlah luas, oleh karenanya di sini penulis mencoba membatasinya dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk perwujudan cinta teradap orang tua, diri sendiri, sesama dan seksual?
Selanjutnya, marilah kita temukan jawaban atas permasalahan-permasalahan tadi pada uraian makalah ini. Akhirnya penulis ucapkan “Selamat membaca makalah ini dan semoga ada manfaat yang dapat kita petik dari makalah ini”.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Cinta Orang tua dan Bentuk Perwujudannya
Anak merupakan buah alami dari kuatnya kasih sayang suami istri. Status sebagai ayah dan ibu merupakan kedudukan mulia, penuh makna sebagai ekspresi bahwa Tuhan telah menumpahkan rahmat-Nya, sehingga keduanya saling dipenuhi rasa kasih sayang dan perasaan tertarik, serta perasaan terikat satu sama lain secara langgeng.
Cinta pada orang tua ini merupakan kewajiban, utamanya pada seorang ibu. Sebagaimana diceritakan bahwa pada suatu hari seorang sahabat Nabi bertanya kepada Nabi “Siapakah yang patut dihormati? Nabi menjawab “Ibumu!. Pertanyaan tersebut diulang sampai tiga kali, namun Nabi tetap menjawab “Ibumu!, baru pada keempat kalinya Nabi menjawab “Babapmu!. Hal ini diperkuat dengan al-Qur’an yang menceritakan betapa payahnya seorang ibu ketika mengandung anaknya.
Atas dasar alasan itulah maka semua perintah dan kewajiban yang diberikan Tuhan ditujukan kepada anak agar anak memperlakukan keduanya dengan kasih sayang dan hormat. Perintah itu ditujukan kepada setiap anak manusia agar mengungkapkan perasaan tersebut kepada orang tuanya. Perintah itu merupakan perintah yang teramat mulia karena menyadarkan kepada manusia bahwa hubungan famili dan perasaan kasih sayang dan hormat kepada orang tua memberikan makna yang dalam akan kehadiran manusia di dunia.
Akan tetapi jika cinta pada sebuah keluaga sangat berlebihan akibatnya akan fatal. Sebagaimana diketahui, pada level ekstrim cinta ini dapat menjadi chauvinisme atau ultra nasionalisme. Cinta keluarga yang berlebihan dapat berarti mengganggu keluarga lain, seperti para robber-baron pada abad kegelapan.
B. Cinta Diri dan Bentuk Perwujudannya
Cinta diri erat kaitannya dengan dorongan menjaga diri. Manusia senang untuk tetap hidup, mengembangkan potensi dirinya dan mengaktualisasikan diri. Ia juga mencintai segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan, ketentraman, dan kebahagiaan pada dirinya. Sebaliknya ia membenci sesuatu hal yang menghalanginya untuk untuk hidup, berkembang, dan mengaktualisasikan diri. Ia juga membenci sesuatu yang mendatangkan rasa sakit, penyakit dan bahayanya.
Diantara gejala yang menunjukkan kecintaan manusia terhadap dirinya sendirinya sendiri, ialah kecintaannya terhadap harta yang dapat merealisasikan semua keinginannya dan memudahkan baginya segala sarana untuk mencapai kemewahan dan kesenangan hidup. Cintanya yang demikian teelah diabadikan dalam al-Qur’an surat al-Adiyat ayat 8.
C. Cinta Pada Sesama
Istilah untuk menggambarkan cinta sesama adalah compassion, dari compati (Lat.) yang berasal dari com- (dengan, bersama) + pati (menderita), yang bisa berarti menderita bersama, bersimpati, mengasihi, sympathy dari sympathia (Lat.) atau sympatheia (Yun.) berasal dari syn- (bersama) + pathos (menderita, mengalami, merasakan), berarti menderita bersama, mengalami bersama; bersinomim dengan compassion
Cinta jenis ini berekspresi dalam berbagai bentuknya. Dari cinta biologis murni, biologis campur perasaan dan emosi, cinta resiprokal sampai cinta vertikal. Berbeda dengan cinta vertikal antara makhluk dengan Tuhannya, cinta vertikal antar lawan jenis menurut saya malah kurang bagus dan kurang sehat. Karena manusia itu memiliki ekspresi setan dan malaikat sekaligus, maka cinta vertikal terkadang cenderung dimanfaatkan oleh yang dicintai.
Sebagai contoh, wanita yang cinta mati (cinta vertikal) pada seorang lelaki, hanya ingin selalu memberi pada lelaki pujaannya, pada sebagian kasus cenderung akan merusak mental sang lelaki untuk tergoda mengeksploitasi “cinta gratis” pemujannya. Begitu juga lelaki yang memiliki cinta vertikal pada wanita pujaannya cenderung akan dieksploitir oleh yang dicintai. Karena, si pemuja tidak memiliki “bargaining politik” yang kuat atau sepadan.
Cinta antar lawan jenis yang ideal menurut saya adalah justru cinta resiprokal. Ini cinta yang sehat. Bisa saling mengontrol. Saling berkorban. Saling “bargaining”. Karena manusia cenderung rusak mentalnya (tend to corrupt) apabila diberi “kekuasaan” yang terlalu besar. Itu terjadi di bidang politik dan kekuasaan. Di bidang cinta individu antar lawan jenis bukanlah pengecualian. Kasus-kasus yang terjadi di mana wanita jadi korban lelaki, atau lelaki jadi korban wanita dapat terjadi karena adanya cinta vertikal ini yang sering dimanfaatkan secara maksimal oleh pihak yang dicintai dan tak tau diri.
Yang terpenting adalah cinta Humanis, yaitu cinta antar sesama tanpa pretensi biologis antar lawan jenis. Cinta ini termasuk cinta tetangga, cinta orang miskin (bagi yang kaya), yang pintar mencintai yang kurang pintar begitu juga sebaliknya.
Inilah bentuk cinta antar-makhluk yang paling indah. Saling menyayangi antar tetangga; yang kaya dengan yang miskin. Mencintai sesama pemeluk agama; sesama bangsa dan sesama manusia. Cinta jenis ini tidak hanya akan membuat wajah kita selalu bersinar penuh cinta; dunia juga ikut tersenyum melihat penghuninya hidup dalam harmoni.
Ada tujuh tahapan cinta, yaitu Cinta sebagai Ketertarikan; Cinta sebagai Mutualisme; Cinta sebagai Kekeluargaan; Cinta sebagai Romantisme; Cinta sebagai Penyatuan; Cinta sebagai Kemanusiaan; dan Cinta sebagai Kesatuan. Cinta pada sesama terletak pada tahap keenam, yaitu sebagai kemanusiaan. Cinta ini sebenarnya adalah cerminan dari cinta yang kedua, cinta berdasarkan mutualisme. Ia adalah bentuk yang lebih luhur dengan melupakan diri. Cinta pada tahap ini tidak lagi mementingkan diri sendiri. Yang lain adalah sama penting dengan diri sendiri karena sesungguhnya tidak ada pembatas di antaranya. Cinta bukanlah lagi perasaan melainkan perbuatan. Cinta menjadi sesuatu yang membangun ke arah yang lebih baik untuk kesejahteraan bersama.
D. Cinta Pada Seksual
Cinta pada seksual memiliki istilah sendiri, yaitu eros: cinta seksual, cinta fisik yang dipuaskan dengan hubungan seksual.
Cinta pada dasarnya adalah ketertarikan pada yang indah dan yang baik. Ia dimulai dari hal yang paling kasar yaitu fisik sampai pada yang paling halus yaitu spiritual. Cinta akan tubuh, berarti cinta seksual yang secara instingtif dibutuhkan untuk prokreasi. Cinta ini adalah selubung yang paling kasar dari keinginan manusia akan yang abadi dan yang baik dan indah. Ia ingin ada bagian dari dirinya yang terus hidup dan ia ingin anaknya sebagai ciptaan yang indah dan baik.
Cinta ini terlihat paling jelas pada libido (Lat.: nafsu, diturunkan dari libēre) atau hasrat seksual. Kiranya Freud tidak terlalu salah dengan mengatakan bahwa yang menggerakkan seluruh hidup manusia adalah libido. Libido menjadi sebuah dorongan yang tak tertahankan, yang memastikan keberlangsungan suatu species.

BAB III
ANALISIS

Intinya bahwa cinta itu ada cinta pada sesama manusia (makhluk) dan pada Sang Pencipta. Kedua jenis cinta ini sama-sama memiliki level atau tingkatan kadar dan kualitasnya sendiri. Secara umum, cinta yang positif bisa dibagi dua (a) cinta resiprokal atau horizontal dan (b) cinta murni atau vertikal.
Kata horizontal dan vertikal ini istilah saya sendiri yang maknanya mungkin tidak sama dengan arti umum. Cinta horizontal yang saya maksud adalah rasa sayang yang saling berbalas (resiprokal) ini biasanya antar dua insan. Sedang cinta vertikal bermakna seperti yang dikatakan Ar Rohwany, yaitu cinta yang selalu memberi. Apakah cintanya itu berbalas apa tidak itu tidak penting baginya.
Menurut Ibnu Sina, pemikir Muslim Spanyol abad pertengahan, keikhlasan makhluk dalam melakukan perintah Khalik-nya setidaknya terbagi menjadi dua. Pertama, orang yang taat melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya semata-mata karena dia ingin masuk sorga dan takut neraka. Ini masih masuk dalam kategori ikhlas, walaupun menurut Ibnu Sina termasuk ikhlasnya pedagang yang suka menghintung untung rugi.
Kedua, seseorang melakukan apa yang diperintahkan Tuhan dan menjauhi larangan-Nya semata-mata karena cintanya pada Sang Pencipta. Dia tidak peduli apakah di akhirat kelak dia akan dimasukkan ke sorga atau terjungkal ke neraka. Ikhlas berdasarkan cinta vertikal seperti inilah, masih menurut Ibnu Sina, bentuk cinta berkualitas paling tinggi.
Itulah bentuk cinta, cinta kita kepada orang tua adalah dengan menghormati dan menjaganya. Jangan sampai kita menyakiti hati keduanya. Biar bagaimanapun orang tua, meski ia kafir dan menyuruh kita untuk berbuat keji tanpa ada alasan yang tepat, kita boleh menolak dengan penolakan yang sopan dan tetap menjaga perasaan orang tua.
Dalam sebuah ayat al-Qur’an surat al-Ankabut ayat 8 disebutkan, “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tua”. Bahkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dikatakan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan amal yang paling disukai oleh Allah Ta’ala. Tidak tanggung-tanggung, ridlo Allah pun disandarkan pada ridlo kedua orang tua kita. Ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan kedua orang tua, sehingga sangat dan sangat patut dihormati dan dicintai.
Di dalam Islam ada ajaran untuk tidak menghancurkan atau membiarkan diri kita sendiri dalam kehancuran atau kebinasaan. Ini menandakan bahwa menjaga diri itu penting, sebab di dalam diri manusia terdapat tanda-tanda kebesaran Allah yang paling dekat untuk dipelajari.
Mencintai diri bukan berarti hanya merawat jasmani kita tanpa mempedulikan aspek rohani, meskipun terkadang merawat diri dalam aspek rohani lebih berat. Misalkan saja puasa, sepintas akan menghancurkan diri. Bagaimana tidak, membiarkan diri dalam keadaan lapar dan dahaga tubuh pun menjadi lemas tak bertenaga kitamenjadi lemah. Memang lemah secara fisik, tapi saya katakan diri kita tidak hanya terdiri dari aspek jasmani tapi juga rohani. Sekali-kali kita perlu memperkuat aspek rohani, salah satunya dengan puasa.
Salah satu bentuk mencintai diri adalah mendapatkan kehidpan yang nyaman, dengan demikian diperlukan sejumlah harta benda untuk mendapatkannya. Dengan demikian kita perlu mendapatkan harta benda, berarti kita juga mencintai harta. Dengan kata lain cinta diri juga cinta harta, akan tetapi jika berlebihan akan menimbulkan bahaya yang dahsyat. Kecurangan akan timbul jika mencintai diri, terutama harta timbul secara berlebihan.
Cinta pada sesama adalah cinta yang bersifat mutualisme, artinya antar sesama harus ada perasaan saling diuntungkan. Bentuk lain dari cinta sesama adalah rasa simpati terhadap orang lain, artinya merasa senasib sepenanggungan.
Cinta sesama adalah mencintai tetangga. Mencintai tetangga bukan berarti berselingkuh dengan tetangga, jika terjadi demikian bukan mutualisme yang terjadi melainkan parasitisme. Mencintai tetangga berarti berusaha membuat tetangga kita merasa aman dari gangguan yang kita timbulkan. Ini sesuai dengan ajaran Islam. Juga untuk senantiasa mengingat tetangga ketika kita mendapatkan sesuatu. Ini sesuai ajaran Islam, sebagaimana diceritakan dalam sebuah hadis ‘Apabila kita memasak untuk senantiasa memperbanyak kuahnya kemudian ingatlah tetangga kita’.
Cinta pada seksual adalah penuh dengan nafsu, konotasinya adalah selalu menyenangi hal-hal yang berbau seksual. Sebenarnya cinta jenis ini bagus dan bahkan dianjurkan dalam ajaran Islam. Rosul mengajarkan umatnya untuk menikah tujuannya tidak lain adalah untuk menghalalkan hubungan antara pria dan wanita yang timbul akibat cinta pada seksual.

DAFTAR PUSTAKA

Notowidagdo, Drs. Rohim Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan al-Qur’an dan Hadits, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1997.

Nawawi, Imam Terjemah Riyadhus Shalihin, penerjemah Achmad Sunarto, Pustaka Amani: Jakarta, Cet. IV, 1999.

Tidak ada komentar: